Leave Your Comfort Zone?

admin 04/09/2016 2
Leave Your Comfort Zone?

Leave Your Comfort Zone?

Banyak orang memotivasi orang lain dengan mengatakan:”Harus berani meninggalkan comfort zone Anda!”, seakan-akan memberi jaminan sukses bagi yang menjalaninya.

Kalau setiap orang harus berani menghadapi risiko, ya, setuju sekali!. Tapi risiko yang mana? Tentunya risiko yang sudah diperhitungkan (calculated risk).

Sejak Robert T Kiyosaki memperkenalkan bukunya, Rich Dad, Poor Dad, banyak karyawan yang mendadak nekat untuk berhenti bekerja dan ramai ramai menjadi entrepreneur. Mereka tertarik karena ingin cepat kaya dan menjadi boss. Memang ada yang berhasil, tapi tidak sedikit yang gagal dan akhirnya hidup menderita (kenyataan tidaklah seindah impian).

Dorongan emosi ingin cepat kaya, telah membutakan matahati banyak orang. Karena emosi berkuasa, maka logikanya jongkok. “Pokoknya jalan dulu, risiko belakangan”. Mereka lakukan itu tanpa mikir lagi. Tapi itu bukanlah konsep Berpikir Tanpa Mikir yang sesungguhnya. Tindakan itu lebih kearah berpikir tanpa logika, alias tanpa akal sehat.

“Ketika emosi berkuasa, ketika itulah logika binasa” (MindWeb Way)

Bob Sadino alm berkata:”Saya tidak pernah mikir karena cuma melangkah saja. Ngapain mikir, ‘kan cuma selangkah….” Bisnis beliau sukses besar. Apakah beliau nekat? Saya kira tidak. Beliau memakai intuisi + Logika berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bermodal jiwa entrepreneur-nya, bukan hanya bermodal nekat. Pikiran sadar beliau berkata begitu, tapi sesungguhnya pikiran bawah sadar beliaulah yang memungkinkan beliau berpikir tanpa mikir. (Kok cocok ya dengan konsep Berpikir Tanpa Mikir ala MindWeb)

Berpikir Tanpa Mikir memakai informasi dan pengalaman masa lalu dari bawah sadar (memori jangka panjang). Itu semua bisa dimanfaatkan untuk membuat antisipasi dan prediksi akan apa yang bisa terjadi di masa mendatang. Kiranya semua perencanaan memerlukannya, apalagi rencana yang menyangkut seret lancarnya penghasilan. Jadi, bukan ngawur…… asal tanpa mikir!

Ada orang yang berhenti bekerja dan memecahkan tabungannya untuk modal usaha. Ada lagi orang yang ikut memanfaatkan belasan kartu kredit untuk modal usaha. Saya bertemu dengan beberapa dari mereka dan merasa sangat kasihan karena mereka di kejar kejar debt collector. Mereka ‘termakan’ kegiuran nyamannya menjadi orang kaya dengan cepat, tapi tanpa memakai kiat.

Tentu bagus kalau mau belajar menjadi wiraswasta. Tetapi perubahan kuadran dari Employee menjadi Business-Owner memerlukan daya adaptasi plus keterampilan yang khusus. Tidak semua orang bisa dengan mudah melaluinya. Bahkan untuk pindah dari Employee menjadi Self-Employed juga tidak semudah yang diduga. Misalnya seorang manager penjualan yang handal ingin mengubah nasib menjadi sales trainer. Dia memerlukan pengalaman dan skill mengajar serta ‘nama’ yang dikenal masyarakat sebelum memperoleh banyak panggilan dari klien.

Yang agak lebih mudah kiranya masuk ke kuadran Investor. Bisa investor di bidang bursa saham, property, emas dan lainnya. Dengan begitu karyawan tidak harus berhenti dari pekerjaannya. Mereka masih memiliki gaji, bonus, THR, fasilitas kesehatan, transportasi, dan lain lainnya. Sementara itu mereka mulai mengunduh pengalaman sebagai Investor.

Saya sendiri bersama istri memilih investasi di bidang property sejak 8 tahun sebelum pensiun. Jadi saya tidak berhenti bekerja sebagai karyawan. Selain itu profesi sebagai trainer juga dijalani. Tidak ada salahnya ‘kan merangkap “jabatan” sebagai employee, investor dan self-employed.

Leave your comfort zone? Boleh boleh saja sih, kalau sudah merasa mantap. Boleh kita lihat pendapat lain?

Daripada meninggalkan zona nyaman kita yang sudah ada, kenapa tidak menciptakan zona nyaman – zona nyaman baru lainnya, tanpa meninggalkan yang sudah ada?

Mohon maaf rekan rekan, saya bukannya mau mengajari, karena saya yakin banyak dari rekan rekan yang sudah sangat sukses dalam bisnis dan profesi. Artikel ini dimaksudkan untuk berbagi pengalaman saja.

“Daripada meninggalkan zona nyaman kita yang sudah ada, kenapa tidak menciptakan zona nyaman – zona nyaman baru lainnya, tanpa meninggalkan yang sudah ada?” (MindWeb Way).

Salam Berpikir Tanpa Mikir,

Eka Wartana

Penemu MindWeb Way of Thinking, Berpikir Tanpa Mikir.

Penulis buku MindWeb – A New Way of Thinking (versi Indonesia & Inggeris), dan buku terbaru: Berpikir Tanpa Mikir– A Thinking Breakthrough. (sudah beredar di Gramedia)

mindwebway.com

2 Comments »

  1. Heri Kusmiarto 14/09/2016 at 8:23 am - Reply

    Salam hormat pak Eka….

    Pak, gimana kalo kita meninggalkan zona nyaman itu dikarenakan keyakinan kita (berdasarkan agama yg saya anut) utk segera keluar dr pekerjaan tsb ? Terakhir saya bekerja di BPR, pak. Terima kasih sharing nya

    • admin 14/09/2016 at 8:58 am - Reply

      Kalau ada tidak betah karena keyakinan, sebetulnya itu adalah suasana yang kurang nyaman ya, Pak Heri.
      Dari sisi materi mungkin bagus tapi kalau kita tidak menikmati pekerjaan kita, tetap saja tidak nyaman (bukan zona nyaman dari sisi non materi).

      Niat untuk pindah karena keyakinan agama, saya kira bisa diterima. Namun alangkah baiknya kalau Pak Heri sudah mendapatkan dulu tempat mencari nafkah yang lain, apakah di perusahaan lain atau usaha sendiri. Yang perlu dihindari, jangan sampai Bp berhenti dan sesudah itu tidak ada penghasilan. Kiranya perlu bersabar sedikit.

      Pembelajaran lain: tempat yang baru perlu dilihat dari segala sisi, termasuk keadaan tentang keyakinan agama nya. Jangan sampai terulang lagi seperti yang sudah Bp alami sebelumnya.

      Semoga Pak Heri mendapatkan pekerjaan ataupun usaha yang memberikan zona nyaman yang benar benar nyaman dari segala sisi.
      Aamiin…..
      Salam Berpikir Tanpa Mikir,
      Eka Wartana

Leave A Response »