Post Power Syndrome (PPS)

admin 09/01/2019 0
Post Power Syndrome (PPS)

Post Power Syndrome (PPS)

Oleh: Eka Wartana

Banyak orang yang suka lupa bahwa setiap awal akan ada akhirnya. Ada kelahiran, ada kematian. Ada masa memulai karya, ada saatnya pensiun. Sayangnya, banyak orang yang tidak menyadarinya. Maka, tidak sedikit orang yang merasakan kehilangan, ketika masa pensiun tiba, atau ketika dipindahtugaskan. Hal itu berciri hilangnya dua “tas”: otoritas dan fasilitas.

Kenapa sampai terjadi PPS?

Dari pengalaman selama 33 tahun bekerja di bidang management, saya melihat PPS bisa terjadi karena:

  • Selama ini orang berada di zona nyaman. (Ingat kisah “Who moved my cheese?”, dari bukunya Spencer Johnson). Mereka lupa bahwa setiap kenyamananpun akan ada akhirnya.
  • Tenggelam dalam rutinitas dan tidak punya waktu untuk memikirkan apa yang bisa dan akan terjadi di masa depan. Apalagi sekarang ini, kebanyakan orang tenggelam dalam tsunami informasi.
  • Mengandalkan uang pensiun (kalau ada). “Toh ada uang pensiun”, tanpa menyadari bahwa uang pensiun (tetap) akan menyusut nilainya.
  • Tidak mau mewariskan ilmunya kepada penerusnya (tidak ada succession plan) dan mengharapkan jasanya akan dipakai terus, walau sesudah pensiun. Ada kekuatiran nanti bawahannya lebih mampu dari dia.

Saya sendiri menyiapkan successor saya 3 tahun sebelum saya pensiun.

  • Merasa sudah cukup secara materi. Mereka tidak kuatir dengan materi, tapi sangat takut kehilangan kekuasaan (otoritas).
  • Kesombongan ketika berkuasa. Jaim (jaga image) nya luar biasa, orang lain dianggap sepele. Nah ketika “pegangan”nya hilang, dia menjadi limbung. Semakin sombong dia ketika berkuasa, semakin terpukul dia ketika kehilangan kekuasaannya.

Kalau boleh saya sarankan untuk karyawan yang masih produktif dan yang menjelang masa pensiun:

  • Siapkan Mindset yang wajar. Suka tidak suka, masa pensiun akan tiba. Ada karyawan yang lebih muda yang memiliki hak untuk mengisi posisi yang kita pegang sekarang. Hendaknya kita tidak merampas hak mereka itu.

Selain itu, sebaiknya hindari kesombongan, betapapun fasilitas dan otoritas yang kita miliki. Kesombongan akan menjauhkan rezeki kita.

  • Jangan terlambat mempersiapkan diri. Kebanyakan karyawan kaget ketika sudah mendekati akhir masa kerjanya. Kok cepat sekali tibanya. Persiapan menjelang masa pensiun (MPP) tidak akan pernah cukup dalam 1-2 tahun.
  • Raih keahlian khusus selagi aktif bekerja. Ini akan menjadi bekal sesudah tidak bekerja lagi. Jangan mengandalkan miracle (mukjijat) setelah tua. Selagi muda focus pada ilmu dan keterampilan, bukan pada gaji, karena uang akan datang sendiri ketika kita menguasai ilmu dan keterampilan itu.
  • Jangan latah, ikut-ikutan berhenti jadi karyawan untuk menjadi boss. Sudah cukup banyak orang yang menjadi korban karena dipanasi quadrant kanan Robert Kiyosaki (“Tidak berani meninggalkan zona nyaman”). Banyak teman saya yang akhirnya kesulitan hidup karena doktrin itu.

Tidak semua orang berbakat menjadi pengusaha, walaupun ada sebagian (kecil) yang berhasi. Jadi, sebaiknya berhati-hati mengambil keputusan.

Mohon maaf kepada para motivators yang sangat kuat mengarahkan, menantang para karyawan untuk berani berhenti bekerja untuk menjadi entrepreneur.

  • Cari peluang baru sekitar 10-15 thn sebelum pensiun, tanpa harus berhenti bekerja. Sambil bekerja, karyawan masih bisa melakukan usaha lainnya diluar hari kerja, misalnya memberikan training, investasi (saya investasi property mulai dengan skala kecil).

Ketika masih bekerja, saya sempat menjalani ke 4 quadrant Kiyosaki: sebagai karyawan (Employee), sebagai trainer (Self-Employed), sebagai pengusaha kecil kecilan, kuliner (Business Owner) dan investasi property (Investor). Semuanya dimulai dengan kecil kecilan. Jadi, tidak harus berhenti bekerja dan berada dalam ketidakpastian.

  • Kencangkan ikat pinggang, demi masa depan. Hidup itu jangan dinikmati sekarang, ketika kita masih punya gaji, tapi nanti ketika kita sudah memiliki passive income dari hasil asset yang kita miliki.
  • Bina relasi dengan banyak teman, sejak dini. Ada baiknya saling bantu antar teman. Banyak kok orang yang baik di sekitar kita yang bisa diajak berkolaborasi.

Kiranya ada teman teman yang mau menambahkan hal hal yang bermanfaat, ayo share untuk kebaikan banyak orang.

Salam Berpikir Tanpa Mikir,

Eka Wartana

Professional Licensed Trainer (MWS International), with 33 years of managerial experience in well-known companies

Founder: The MindWeb Way of Thinking

Author: Berpikir Tanpa Mikir, To Think Without Thinking (English Edition), MindWeb (Indonesia and English Edition)

mindwebway.com

Training needs, book order: WA 081281811999

#postpowersyndrome #mindweb #mindwebway #berpikirtanpamikir #tothinkwithoutthinking #ekawartana #pensiun #enterpreneur #passiveincome #informationtsunami #

 

 

Leave A Response »