Etika Makin Langka

admin 20/02/2020 0
Etika Makin Langka

Etika Makin Langka

Oleh: Eka Wartana

Betapa enaknya hidup manusia di zaman sekarang. Segalanya serba ada, serba dipermudah. Seringkali kita lupa akan adanya hukum keseimbangan. Di satu sisi ada penambahan, kemajuan. Di sisi lain ada pengurangan, kemunduran. Salah satu kemunduran yang nampak nyata adalah etika yang semakin langka.

Yuk kita lihat beberapa contoh dari merosotnya etika dalam kehidupan.

Di Pesta. Tamu mengambil makanan semaunya, tidak peduli dengan orang lain. Pernah saya lihat di pesta, seorang tamu menghabiskan lobster yang ada. Tamu lain yang tidak kebagian hanya bisa melongo. Ilmunya: aji mumpung.

Ada beberapa tamu yang begitu rakusnya, mengambil makanan berlebihan. Matanya lebih lapar daripada perutnya. Banyak makanan yang akhirnya teronggok di piring bekas dan terbuang. Tragisnya, banyak makanan disia-siakan, sementara di tempat lain banyak orang yang kelaparan.

Antri. Main serobot masih menjadi pemandangan umum. Apa sebabnya? Gak sabaran? Keinginan keras berkompetisi? Ego yang tinggi? Kecerdasan emosi yang rendah? Sepertinya semuanya, bukan? Disiplin sering menjadi ‘binatang’ langka.

Bukakan Pintu. Sangat sering terlihat orang masuk pintu mall dan tidak peduli dengan orang lain yang juga mau masuk. Alih alih menahan, pintunya malah langsung dilepas hingga menutup kembali. Padahal ada orang didekatnya dan mau masuk juga.

Mungkin dalam pikirannya:”Aku ‘kan bukan doorman”. Memang bukan sih. (Apalagi kalau dia wanita, dia bukan doorman tapi doorwoman)

Sudah menjadi kebiasaan saya menahan pintu kalau ada orang lain yang mau masuk juga. Ada orang yang melenggang begitu saja tanpa sepatah kata. Ya, sudah, saya ikhlas kok. Sudah selayaknya kita mengucapkan terima kasih untuk menghargai sikapnya dan memotivasi supaya dia terus mempertahankan sikap baiknya.

Tempat duduk. Kalau ada wanita yang tidak kebagian tempat duduk, akankah pria memberikan tempat duduknya kepada wanita itu? Tergantung siapa pria itu. Dia bisa langsung berikan tempatnya kepadanya atau lihat lihat dulu? Kalau cantik dikasih, kalau tidak, dia pura pura tidak lihat. Kalau dia waria? Bagaimana membuktikan dia itu waria? Fakultatif aja?

Di zaman emansipasi ini, masih perlukah wanita diberikan prioritas untuk duduk? Sepertinya iya, ya. Apalagi kalau wanita itu sudah tua, apalagi kalau dia tua dan cacat.

Klakson. Satu bentuk alat pelampiasan emosi: klakson. Kesal dengan pengendara lambat di depannya, dia tekan klakson berulang kali. Tak peduli apakah itu di perumahan atau di keramaian.

Dia juga tak peduli apakah disekitarnya ada orang sakit, anak yang sedang tidur. Peduli amat! (si Amat aja peduli, kok dia tidak ya…?).

Konon di Inggris tidak pernah terdengar bunyi klakson. Penduduknya sangat sopan.

Gossip. Pemirsa suka sekali menonton gossip para artis. Mereka tidak tahu bahwa merekapun sering menjadi objek gossip ala artis. Pernahkah topik gossip itu kebaikan dan kelebihan orang lain? Hampir tidak pernah. Kalau tentang kebaikan orang, bukan gossip namanya? (Namanya comessip ??)

Di perusahaan, gossip sudah menjadi ‘santapan’ sehari-hari. Tiada hari tanpa gossip. Persaingan dalam karier sering memakai gossip dan fitnah sebagai senjata. Persaingannya bukan hanya terhadap kolega lho! Ada juga orang yang bersaing dengan bawahannya (aneh, bukan?) dan dengan atasannya (gak tahu diri?). Bersaing dengan atasan sering memakai cara mem-bypass atasan ke atasan lebih tinggi.

Di Jalan Raya. Heran, kenapa ya, kalau di jalan raya, orang orang bisa berubah drastis, menjadi bringas gitu! Pengendara lain dijadikan ‘musuh’ nya. Saling serobot, saling memaki, tak ada kompromi, tidak ada sikap mengalah. Semua orang mau menang sendiri. (menang rame rame ‘kan lebih enak!)

Mereka tidak sadar sudah menjadi budak egonya.

Plagiat. Coba deh kita lihat di internet. Begitu banyak quotes popular yang tertulis atas nama banyak orang, padahal hanya satu kreatornya. Yang lainnya hanya mengutip dan numpang nama. Herannya, ‘perampas’ hak orang itu bukan hanya orang biasa. Tidak sedikit orang orang ternama juga ikut menjadi ‘perampas’ hak penciptanya.

Di seminar, training, workshop dan juga di radiotalk, sering kita dengar pembicara mengutip quote dan hasil karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya. Entah disengaja atau tidak, yang jelas mereka ingin terlihat hebat. Kemana ya si etika?

 

Kesimpulan

Etika menjadi semakin langka sejalan dengan semakin berkuasanya si Ego. Ego mengajak ‘kawan’nya si Emosi. Maka terjadilah kolusi antara si Ego dan si Emosi Bersama sama membantai si Etika.

Si Emosi yang dipakai adalah yang masih ‘o-on’, ‘blo-on’, belum cukup cerdas.

Etika semakin langka, ibaratkan harimau Siberia yang sudah hampir punah. Bukan tidak mungkin nantinya, nasib etika seperti dinosaurus yang hilang dari muka bumi: hilang dari peradaban menusia.

Kiranya kita patut meniru cara Jepang mendidik penduduknya sedari kanak kanak. Mereka tidak hanya dijejali dengan ilmu pengetahuan saja, tapi diajarkan tentang etika, sopan santun, integritas sejak kecil. Kebiasaan ini terbawa hingga dewasa.

Peran orang tua mendidik anak anaknya berpengaruh besar terhadap pengembangan etika di dalam kehidupan.

Akankah kita biarkan etika punah…..?

 

Article terkait: Mem-bypass Atasan

Salam Berpikir Tanpa Mikir,

Eka Wartana

Professional Licensed Trainer (MWS International) with 33 yrs of managerial experience.

Founder, Master Trainer, The MindWeb Way of Thinking

 

Author Berpikir Tanpa Mikir, To Think Without Thinking (English Edition), MindWeb (Indonesia & English Edition).

Training needs: eka.wartana@mindwebway.com, WA 081281811999

Book needs: WA 081281811999, Amazon.com, getscoop.com (ebook)

 

#berpikirtanpamikir #tothinkwithoutthinking #mindwebway #ekawartana #trainer #mindwebwayofthinking  #etika  #gossip  #langka  #punah  #pesta #karier  #antri  #disiplin  #jepang  #sopansantun  #integritas  #emosi  #orangtua

 

 

Leave A Response »