Kompromi

admin 30/01/2014 0

Ditulis oleh: Eka Wartana

 

Masalah sering kali terjadi karena adanya perbedaan pendapat. Bahkan tidak jarang sampai terjadi pertumpahan darah akibat masing-masing pihak mempertahankan pendapatnya dengan keras. Lihat saja bagaimana Israel dan Palestina yang tidak pernah akur. Di dalam negeri pun kita lihat seringnya terjadi tawuran antar pelajar, antar kampong dsb.

 

Dalam tulisan ini saya ingin berbagi tentang pengalaman berkaitan dengan solusi lewat kompromi. Suatu contoh nyata yang sederhana. Ceritanya sebagai berikut:

Satu pelanggan kami menunggak pembayaran atas perbaikan traktornya. Jumlahnya sih tidak banyak, Cuma beberapa juta (untuk saat itu, tahun 1990an, nilai ini lumayan besar). Sudah tiga bulan penagih kami mengejar pembayaran dari pelanggan tersebut namun belum berhasil juga. Karena intensifnya collector kamu menagih, hubungan perusahaan dengan pelanggan itu pun menjadi tegang. Akhirnya, saya harus turun tangan.

 

Pertama saya cari tahu, apa sebabnya pelanggan tidak mau membayar, apakah dokumen tagihannya tidak lengkap…. Atau pelanggan tidak punya dana… atau kualitas perbaikannya kurang memuaskan…dsb.

Ternyata permasalahannya adalah mengenai cara pembayaran. Pelanggan hanya mau membayar dengan giro, sedangkan peraturan perusahaan hanya membenarkan menerima pembayaran berupa cek (termasuk cek mundur).

Penagih kami berpegang teguh pada peraturan, yang memang seharusnya begitu. Pelanggan juga merasa benar karena biasanya mereka membayar tagihan dengan pelanggan lainnya dengan giro. (giro hanya bias dipindahbukukan pada tanggal yang tertera, sedangkan cek bias saja dicairkan sebelum tanggal di cek tsb).

Penasaran untuk menyelesaikannya dengan cepat, saya telpon pelanggan dan bertanya, kenapa beliau menolak membayar dengan cek. Jawabannya: ”Nanti Bapak cairkan cek itu sebelum waktunya!”. Oh, itu rupanya yang dikuartirkan pelanggan.

Untuk menghapus kekuatiran pelanggan itu, maka saya tanggapi beliau dengan jalan kompromi: ”Saya mengerti kekuatiran Bapak. Bagaimana kalau saya buat surat pernyataan bermeterai bahwa cek hanya akan dicairkan pada tanggal jatuh temponya…? Surat pernyataan itu akan saya tanda tangani, sebagai Kepala Cabang”. “Kalau begitu tidak ada masalah. Uang sudah bias diambil sekarang…”, begitu jawaban beliau. Maka, masalah yang sudah berlarut larut selama tiga bulan bias selesai dalam 10 menit saja!
Summary:

    • Seringkali masalah tidak selesai karena masing-masing hanya mau melihat dari sisinya sendiri saja. (Garis yang parallel tidak akan pernah bertemu….)
    • Sikap kaku terhadap peraturan sering menutup pintu untuk solusi alternative .
    • Inti masalahnya sering kali terabaikan: apa sebenarnya yang menjadi latar belakang masalahnya.Dalam hal ini: Kekuatiran pelanggan. Disini ada UEN (Unmet Emotional Need) yang tidak terdeteksi.
    • Untuk mencapai Win – Win, seringkali sikap kompromi diperlukan. Sikap kompromi disini sangat jauh berbeda dengan sikap self-compromized (tidak konsekuen, tidak konsisten, misalnya, sebagai atasan dia melarang anak buahnya korupsi, tapi dia sendiri saja yang boleh korupsi).
    • Kita perlu memelihara ‘rapport’ yang baik dari setiap pelanggan. Tanpa kepercayaan pelanggan, surat dengan tanda tangan bias tanpa arti apa-apa.

 

Selalu ada jalan keluar untuk setiap masalah…..kalau kita mau sedikit kreatif.

Dibawah ini saya berikan MindWeb diagram dari kasus diatas.

article1

Penulis buku MindWeb, konsep Berpikir Tanpa Mikir

Salam, Eka Wartana

 

 

 

 

 

Leave A Response »