Hindari Pikun Dengan MindWeb

admin 12/09/2014 0
Hindari Pikun Dengan MindWeb

Hindari Pikun Dengan MindWeb  

Oleh: Eka Wartana  

“Aku sudah tua, sudah pikun!” Paradigma ini begitu kuatnya melekat pada banyak orang. Hal ini begitu diyakininya, sehingga kepikunan itupun menjadi kenyataan. Dan seringkali hal itu muncul terlalu awal (premature). Pada usia berapa orang disebut tua? Pada usia berapa orang “berhak” untuk pikun? Loh, kok pikun dijadikan hak? Herannya, banyak orang yang dengan bangganya mengatakan bahwa dirinya sudah tua. Apakah ini untuk menunjukkan bahwa dia sudah lebih bijaksana, lebih pantas disegani? Apakah sikap itu bertujuan untuk memperoleh hak untuk tidak bekerja lagi? “Hak” untuk pikun?

Bahwa kondisi fisik seseorang akan semakin menurun sejalan dengan bertambahnya usia itu wajar. Tapi kesalahan yang banyak dibuat orang adalah mereka mempercepat proses kepikunannya, yang seringkali dilakukannya tanpa sadar, melalui keyakinan yang keliru. Ada hal hal yang bisa kita lakukan agar proses ‘menjadi pikun’ bisa diperlambat. Orang memberikan pembenaran bahwa tua itu identik dengan pikun. Maka terjadilah seperti itu. Apa yang terjadi sesungguhnya adalah:

  • Banyak orang tua yang tidak melakukan aktifitas fisik maupun mental. Setelah pensiun, mereka cuma diam saja dirumah, menikmati hari tuanya, sambil jadi MC (momong cucu).
  • Mereka merasa sudah tidak perlu lagi banyak berpikir, atau bekerja. Akibatnya, sel sel otaknya (neuron), semakin banyak yang “meninggal”, dan regenerasi sel sel otaknya tidak terpicu. Maka fungsi otaknyapun melemah.
  • Hal ini diperparah lagi dengan adanya keyakinan, sugesti bahwa kepikunan itu normal saja buat kaum manula. Maka, terjadilah seperti apa yang dipikirkannya: pikun! “You are what you think”, kata orang. Kalau mereka berpikir bahwa dirinya itu pikun, maka pikiran itu akan menjadi kepercayaannya. Selanjutnya kepercayaan itu akan menjadi kenyataan. Maka pikunpun menjelang.

Pada kenyataannya memang banyak orang yang tua, termasuk yang sebetulnya tidak terlalu tua, menjadi pikun. Hal ini dianggap sebagai suatu kewajaran. Dan pendapat ini berubah menjadi sugesti diri. Padahal, banyak juga orangtua yang tidak pikun. Contohnya, bapak mertua saya yang sudah berusia 87 tahun, masih aktif beraktifitas, memperbaiki dan membangun rumah. Pikirannya masih jernih, pendengaran dan matanya masih berfungsi dengan baik (beliau sudah operasi katarak). Belum terlihat gejala gejala kepikunan. Sejak muda beliau sangat aktif bekerja dan pekerjaannya sebagai ahli listrik dan bangunan melibatkan proses rutin berpikir. Aktifitas otaknya yang selalu aktif membuat pikirannya masih segar sampai sekarang.

Kesegaran otak dipengaruhi oleh aktifitas otak sejak muda. Namun, bagi mereka yang sudah cukup tua, tidak perlu menyesali apa yang sudah berlalu. Aktifitas bisa dimulai bahkan sesudah pensiun. Kita tidak bisa mengindari hukum alam dengan menurunnya kondisi fisik yang sejalan dengan usia. Tapi, sayangnya banyak orang yang malah mempercepat proses penurunan fisik dan mentalnya, baik disengaja maupun tidak, dengan menganut keyakinan yang keliru:”Karena saya sudah tua, maka wajarlah kalau kondisi fisik dan pikiran saya semakin lemah”.

Kiranya akan jauh lebih baik kalau kita berusaha memperlambat proses penurunan fungsi fisik dan mental dengan melakukan banyak aktifitas setiap harinya dengan berolahraga (dari jogging, renang, bersepeda sampai main futsal) dan melatih otak (dari mengisi teka teki silang, Sudoku, berdiskusi, sampai dengan memikirkan pemecahan masalah/ problem solving).

Banyak orang yang sangat gandrung memakai obat awet muda. Istilah kerennya “anti aging”. Walau usia sudah lanjut, mereka masih tampak segar dan lebih muda dari usianya. Dalam hal penampilan fisiknya, obat obatan itu kabarnya bisa membantu supaya orang tampak tetap muda. Itu dari sisi fisiknya. Lalu, bagaimana dengan sisi mentalnya? Mungkin ada juga obat obatan yang membuat otak tetap aktif, tapi sebaiknya diperhatikan juga efek sampingnya. Terlalu banyak minum obat, terutama pada usia lanjut, dikuatirkan akan merusak ginjal kita. (Ada juga sih obat obatan yang diklaim tidak mempengaruhi fungsi ginjal). Nah, biarpun dari luar seseorang tampak awet muda, tapi kalau onderdil didalamnya sudah kropos, apa lagi nikmatnya hidup ini.

Satu cara ampuh untuk menghindari kepikunan adalah dengan berpikir interkoneksi ala MindWeb. Tidak perlu berpikir tentang diagram yang njlimet tapi cukup dengan Mini-MindWeb, yang berupa jejaring pikiran yang sederhana, yang terdiri dari dua hal atau beberapa hal saja.

Contohnya: Kalau kita melihat sebuah mobil, lihatlah salah satu komponennya misalnya, ban. Bahannya terbuat dari apa? Karet. Karet berasal darimana? Tentunya dari pohon karet melalui penyadapan (tidak termasuk penyadapan telpon oleh KPK…he ..he)). Kalau mau dilanjutkan lagi, barang lain apa lagi yang terbuat dari karet? Permen karet, gelang karet, dan itu tuh, alat untuk kontrasepsi, kondom (tidak termasuk kondominium tentunya….;-)).

Contoh lainnya, ketika lagi minum kopi dipagi hari. Biasanya orang hanya nyruput kopi sambil menyantap kue atau gorengan. Bisa dicoba untuk mulai mengaktifkan pikiran, misalnya dengan berpikir, apa kebaikan dan keburukan kopi. Kandungan kafein membuat orang tidak mengantuk, kandungan antioksidan nya mengurangi radikal bebas penyubur kanker. Besoknya dicari lagi hubungan lainnya, misalnya, jenis jenis kopi, seterusnya kebun kopi, kopi luwak, sampai ke hal hal yang menyimpang namun masih ada hubungannya seperti fotokopi, nyontek (meng-kopi jawaban).

Masih ada lagi cara lain untuk memperlambat proses kepikunan, yaitu dengan mencari pengalaman pengalaman baru, ilmu pengetahuan baru, teori baru, tapi tidak termasuk istri baru tentunya.  Otak kita akan merekam semua hal hal baru itu, yang akan memperkaya koleksi informasi didalam memori jangka panjang. Melihat apa yang sudah kita ketahui dari perspektif yang berbeda, juga akan membuat otak kita tetap aktif dan mengurangi kepikunan.

Apa yang kita lakukan diatas adalah cara yang sangat mudah dan menyenangkan. Ini akan membentuk pola MindWeb didalam pikiran kita, yang sekaligus mengaktifkan sel sel otak. Pola yang terbentuk akan membuat cloning (membuat kembarannya) pola pola sejenis lainnya. Hal hal yang sudah ter-interkoneksi tadi akan mudah diingat kembali, hanya dengan mengacu pada salah satu hal tersebut. Dan ini bisa dilakukan tanpa mikir lagi. Bawah sadar kita yang luar biasalah yang “bekerja” untuk kita.Semoga dengan cara itu kaum manula mampu menjauhkan diri dari kepikunan…….

Post Power Syndrome. Hal lain yang memicu kepikunan adalah kondisi psikologis. Misalnya, masalah yang dihadapi oleh para pejabat yang sebelumnya memiliki posisi tinggi dengan kekuasaan yang besar. Ketika pensiun mereka merasa sangat kehilangan, kehilangan posisi, kehilangan kekuasaan, kehilangan respek dari bawahannya. Dia merasa depresi, merasa tercampakkan. Hal ini sering disebut sebagai post power syndrome (PPS). Dampak dari PPS ini tergantung dari mindset orang itu sebelum pensiun. Bila dia menyadari beberapa tahun sebelumnya bahwa cepat atau lambat setiap orang akan sampai waktunya untuk pensiun dan menerima hal ini sebagai kenyataan yang harus dihadapi, maka dampak yang dialaminya akan semakin ringan.

Sayangnya tidak sedikit orang yang memiliki posisi bagus, bergaya sombong demi menjaga prestisenya (bukan prestasinya), supaya orang segan dan takut padanya, supaya dihormati. Hidupnya penuh dengan kepurapuraan. Kondisi ini memperparah dampak PPS nya. Orang yang mengalami post power syndrome, seringkali menyesali diri dan tidak melakukan aktifitas lagi, seakan akan ada dorongan dari dalam dirinya untuk mogok. Hal ini justru memperparah kondisi fisik dan mentalnya. Dia perlu bangkit lagi.

Tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu, yang ada hanyalah kata terlambat untuk mengakhirinya.

Teori lama mengatakan bahwa sel sel otak manusia itu tidak berubah sejak kelahirannya sampai kematiannya. Namun, menurut para ahli, telah ditemui kenyataan bahwa sel sel otak didalam hippocampus (bagian otak yang berkaitan dengan belajar dan mengingat), melakukan regenerasi. Sel sel baru akan muncul, sejalan dengan aktifitas mental manusia. Kalau manusia tidak mengaktifkan otaknya, maka mereka akan kehilangan neuron. Istilah yang popular tentang neuron ini: “You use it, or lose it!”. Pakai, atau Anda akan kehilangannya. Jadi, otak kita itu diberikan oleh Tuhan dimaksudkan untuk dipakai berpikir, bukan untuk diparkir…… Ada lagi factor lain yang bisa merusak neuron didalam hippocampus, yaitu stress, yang memicu hormone tertentu. Dengan menghindari stress, kita bisa mennyelamatkan sel sel otak. Tapi semua orang mengalami apa yang dinamakan stress, bukan? Benar, tapi tidak semua orang mampu mengelola stress agar dampaknya bisa diminimalisir. Dengan mengubah paradigm saja, sebenarnya stress bisa dikurangi.

“Tidak ada kata terlambat untuk memulai sesuatu, yang ada hanyalah kata terlambat untuk mengakhirinya” (MindWeb Way)

“Otak dipakai untuk berpikir, bukan untuk diparkir” (MindWeb Way)

Salam MindWeb,

Eka Wartana

 

Leave A Response »